Penulis: Mohamad Yusrianto Panu/Jurnalis dan Penggiat Literasi
HIMPUN.ID – Baru-baru ini, viral video yang merekam salah satu masyarakat Kabupaten Gorontalo Utara (Gorut), yang protes terhadap pelayanan di Puskesmas Kecamatan Anggrek, Kabupaten Gorut.
Masyarakat yang diketahui adalah seorang perempuan itu, mempersoalkan petugas Puskesmas Anggrek yang tak siap diruang Stasiun Perawat, sebab ternyata sedang beristihat di Rumah Dinas Perawat yang lokasinya tak jauh dari ruang Stasiun Perawat. Mungkin, saat itu adalah jam istirahat.
Dengan nampak emosional, perempuan yang diketahui adalah salah satu politisi di Kabupaten Gorut itu, kemudian melontarkan kata-kata protesnya, menandakan kekecewaan terhadap Petugas Kesehatan (Nakes) Puskesmas Anggrek, yang saat itu baru muncul dari Rumah Dinas Perawat Puskesmas.
Baca juga:Puskesmas Anggrek dan ‘Kantor Itu’, Serupa Tapi Tak Sama
Video ini pun, langsung menyita perhatian publik dan menuai bermacam tanggapan. Seperi biasa, hal-hal seperti ini, ada yang pro dan ada yang kontra. Namun, dalam hal ini, saya tidak memposisikan diri pada kedua-duanya, baik di pihak yang pro maupun yang kontra.
Saya, hanya menuliskan sebuah “catatan kecil” ini, untuk setidaknya membantu memberikan referensi dan edukasi kepada publik, untuk normatif menyikapi persoalan yang ada di Puskesmas Anggrek. Tentu, dengan tidak ingin menghakimi pihak Puskesmas Anggrek, dan bukan juga berpihak sepenuhnya pada masyarakat yang mengajukan protes.
Mengapa saya tertarik membuat tulisan soal ini? Jawabannya, karena saya sempat mengalami hal serupa tapi tak sama di tahun 2024 ini juga, dan di Kabupaten Gorut pula. Saat itu, saya membutuhkan pelayanan dari salah satu instansi di Kabupaten Gorut pada malam hari sekitar pukul 21:00 Wita.
Betapa kagetnya saya, kantor yang harusnya terbuka pelayanannya dan petugas piketnya wajib ada di dalam kantor saat itu, malah tertutup rapat tanpa ada satu penghuni pun di dalamnya. Beruntung, saya punya nomor-nomor petugas-petugas di kantor itu bahkan pimpinan dari instansi tersebut.
Saya pun, menghubungi nomor-nomor mereka satu persatu, bahkan sampai menghubungi juga pucuk pimpinan mereka. Alhamdulillah, setelah telepon sana sini, dan berkoordinasi dengan pucuk pimpinan instansi tersebut, akhirnya munculah salah satu petugas kantor itu yang datang dari gedung sebelah dengan menggunakan sepeda motornya.
Ternyata, para petugas yang mendapatkan jatah piket malam itu, sedang beristirahat di rumah dinas paling pojok kantor itu. Saya dan keluarga saya pun akhirnya diterima, namun untuk menindaklanjuti kepentingan kami, petugas itu harus menunggu rekannya yang satunya lagi, yang saat itu katanya sedang ada keperluan pribadi di luar kantor.
Setelah dengan sabar menunggu cukup lama hingga berjam-jam sejak kami datang hingga menunggu petugas yang satunya lagi datang, akhirnya kepentingan kami pun ditindaklanjuti meski dengan hasil yang kurang memuaskan. Dan kelanjutan cerita soal ini, tak perlu saya urai lebih jauh lagi, sebab intinya bukan ada situ.
Sebelum kita membahas lebih jauh soal pelayanan yang baru-baru ini viral di Puskesmas Anggrek, alangkah baiknya kita mengetahui dulu, profesi-profesi apa saja yang jauh dari kata “Libur”, bahkan nyaris terasa tak ada liburnya sama sekali. Profesi-profesi ini lah, yang berkaitan dengan pelayanan publik atau yang bersentuhan langsung dengan masyarakat.
Di Indonesia, bahkan di dunia ini, banyak profesi-profesi yang jauh dari kata libur. Diantaranya, Petugas Kesehatan (Dokter, Bidan dan Perawat), Keamanan dan Ketertiban (TNI-Polri), dan Petugas Media seperti saya, jurnalis atau wartawan yang diistilahkan sebagai “kuli tinta”. Kuli tinta ya, bukan “kuli cinta” (hehehehe).
Alasan mengapa profesi-profesi ini hingga sangat sulit menikmati tanggal merah ada bermacam-macam, sesuai dengan bidang yang mereka geluti, sehingga teknis dalam memenuhi tuntutan profesi-profesi itu biasanya dibuatkan skema pelaksanaan tugas secara bergantian. Jadwal piket, yang diatur sesuai shif.
Sistim ini dibuat, untuk menjamin mutu pelayanan selama 1 x 24 jam agar bisa di dapatkan oleh publik atau masyarakat. Petugas kesehatan (Nakes) misalnya, profesi ini sangat dibutuhkan untuk melayani pasien sakit yang membutuhkan penanganan mereka tanpa mengenal waktu.
Begitu pun, dengan Petugas Keamanan dan Ketertiban, yang notabane nya paling banyak berada di tubuh kepolisian. Publik maupun masyarakat, tanpa mengenal waktu dan seolah tak ada hentinya membutuhkan pelayanan mereka. Lagi pula, kejahatan maupun peristiwa ironi lainnya bisa saja terjadi tanpa mengenal waktu kan?. Peran dari satu personel saja sangat berpengaruh pada jalannya keamanan dan ketertiban.
Hal serupa juga dengan Petugas Media, sedikit berbeda dengan keadaan sebelumnya, meningkatnya perkembangan zaman saat ini menuntut Jurnalis atau Wartawan untuk mendapatkan informasi aktual, demi memenuhi kebutuhan masyarat terhadap informasi yang setiap saat tanpa mengenal waktu diperlukan, berbasis digital.
Dari penjelasan yang saya uraikan diatas tentang mengapa profesi-profesi ini jauh dari kata libur, saya beraharap kita semua memahami betapa pentingnya peran dari profesi-profesi ini demi kelangsungan hidup masyarakat. Tentunya, alasan-alasan ini, harus diiringi dengan dukungan kesejahteraan dan sumber daya manusia (petugas itu sendiri).
Untuk mengoptimalkan pelayanan sesuai harapan dan tuntutan profesinya, Nakes, Polisi, maupun Jurnalis harus diperhatikan dan dipentingkan pula soal kesejahteraannya, dengan kadar yang sama pentingnya peran mereka bagi publik atau masyarakat. Sebab kesejahteraan mereka, akan sangat berpengaruh terhadap kinerja mereka dalam melaksanakan pelayanan.
Berikut juga dengan sumber daya manusianya, atau yang lebih dekat lagi adalah soal kecerdasan dari petugas itu sendiri. Baik spritual, emosional, intelktual dan sosialnya. Hal ini juga mempengaruhi kinerja mereka, saat mengimbangi dukungan kesejahteraan para petugas publik itu.
Setiap faktor, baik sistim kerja, kesejahteraan dan kecerdasan sumber daya manusianya, saling berhubungan untuk menciptakan sistim yang kuat dalam pelayanan. Sistim kerja tanpa dibarengi dengan memperhatikan kesejahteraan, dan tak didukung oleh kecerdasan sumber daya manusia, bisa saja akan menghasilkan pelayanan yang tak optimal.
Begitupun, sistim kerja dan kesejahteraan yang tak didukung oleh kecerdasan sumber daya manusia, bisa jadi akan mendorong adanya praktek korupsi, atau budaya kerja petugas yang asal hadir untuk menggugurkan kewajiban semata.
Intinya, dalam menyikapi persoalan yang baru-baru ini viral di Puskemas Anggrek, harus melalui pola berpikir yang balance, dan mengutamakan didapatkan solusi terkait masalah itu, agar cenderung tidak terkesan mencari kambing hitam, melainkan untuk sama membangun Kabupaten Gorut yang kita cintai.
Di Puskesmas Anggrek, pintu kantornya masih terbuka dan petugasnya masih meninggalkan pesan berupa tulisan informasi di atas meja ruang Stasiun Perawat, agar siapapun yang datang bahkan yang dari dalam dunia gaib pun, bisa mengetahui di mereka harus pergi mencari petugas.
“Perawat yang dinas ada di perumahan bawah. Silahkan ketuk pintu perum. Terima kasih (Smile Face),” begitu bunyi tulisan informasi itu, yang terekam dalam vudeo viral tersebut.
Sementara di “Kantor Itu” (sebut saja demikian), pintunya tertutup rapat dan tak ada pesan satupun yang menginformasikan keberadaan petugasnya ada di mana. Bisa dibayangkan, bagaimana bingungnya masyarakat ketika membutuhkan pelayanan dengan kondisi seperti itu, apabila tak punya nomor-nomor petugas yang bisa dihubungi di “Kantor itu”.**
Catatan : Tulisan ini sepenuhnya merupakan tanggung jawab penulis
(Info: himpun.id menerima kontribusi tulisan dengan berbagai tema. Rubrik tulisan yang dapat di kirim yakni Opini, Resensi, Cerpen, Puisi, Tips, Edukasi, Khazanah, dan lain sebagainya, selagi bermanfaat)