Oleh: Florentina Agustin Prawita
HIMPUN.ID, OPINI – Pada Desember 2019 kasus COVID-19 pertama kali dilaporkan di Wuhan, Provinsi Hubei.
Sejak kasus pertama di Wuhan, terjadi peningkatan kasus COVID-19 di China setiap hari dan memuncak diantara akhir Januari hingga awal Februari 2020.
COVID-19 pertama dilaporkan di Indonesia pada tanggal 2 Maret 2020 sejumlah dua kasus.
Sejak saat itu, jumlah kasus terkonfirmasi dilaporkan secara luas setiap hari.
Pada pertengahan Maret 2020, Presiden menghimbau seluruh lapisan masyarakat untuk menjaga jarak, melakukan penutupan sekolah, tempat kerja, dan pembatasan acara publik.
Hal tersebut dilakukan guna merespon lonjakan kasus terkonfirmasi yang meningkat secara siginifikan, sejumlah tindakan juga kemudian dilakukan oleh pemerintah, antara lain penutupan transportasi umum, larangan perjalanan domestik, dan penutupan perbatasan.
Pada bulan April 2020, pemerintah Indonesia mengeluarkan Peraturan Pemerintah No. 21/2020 mengenai Pembatasan Sosial Berskala Besar atau yang dikenal dengan PSBB.
COVID-19 menyebabkan berbagai sektor dan lini kehidupan ikut terdampak, tak terkecuali sektor perekonomian dan bisnis. COVID-19 telah menimbulkan economic shock, yang mempengaruhi ekonomi perorangan, rumah tangga, perusahaan mikro, kecil, menengah maupun besar, bahkan mempengaruhi ekonomi negara dengan skala cakupan dari lokal, nasional, bahkan global.
Beberapa sektor perekonomian yang merasakan imbas dan pengaruh COVID-19 adalah perdagangan, investasi, transportasi, dan pariwisata.
Meskipun di satu sisi perekonomian melemah, namun di sisi lain, perekonomian juga mengalami peningkatan, yakni sektor perdagangan elektronik (electronic commerce atau e-commerce).
Perusahaan e-commerce di Indonesia membukukan kenaikan volume penjualan selama pandemi ini. Penyebabnya adalah karena masyarakat menghindari berbelanja secara offline serta melakukan social dan physical distancing sebagai upaya pencegahan penyebaran virus COVID-19.
Pola konsumsi masyarakat kini telah berubah dari konvensional menjadi digital sejak adanya virus COVID-19.
Masyarakat di Indonesia semakin terbiasa dengan penggunaan internet termasuk untuk berbelanja.
Hingga membuat perkembangan e-commerce di Indonesia menjadi cukup luar biasa.
Menurut data dari Economy SEA Report 2019 yang diterbitkan oleh Google dan Bain, e-commerce Indonesia telah tumbuh hampir lima kali lipat dari US$ 8 miliar pada 2015 menjadi US$ 40 miliar pada 2019 dan diperkirakan akan terus berkembang mencapai US$ 133 miliar pada 2025.
Hal ini juga diungkapkan pada laporan Lifting the Barrier to e-commerce in ASEAN yang diterbitkan oleh A.T Kearney, dimana pertumbuhan e-commerce diprediksi akan mencapai nilai $25-30 miliar (Rp 320,8-385 triliun) untuk beberapa tahun ke depan.
Ini tentu bukan angka yang kecil untuk perkembangan sebuah ekonomi bisnis suatu negara.
Ditambah dengan pembangunan berkelanjutan dalam infrastruktur digital serta peningkatan tingkat digital Penetrasi ke seluruh nusantara, Indonesia berpotensi menjadi negara baru pusat digitalisasi.
Daftar 10 e-commerce Indonesia dengan jumlah pengunjung web bulanan terbanyak per kuartal II-2021 (detik.com):
1. Tokopedia 147.790.000
2. Shopee 126.996.700
3. Bukalapak 29.460.000
4. Lazada 27.670.000
5. Blibli 18.440.000
6. Bhinneka 6.996.700
7. Orami 6.260.000
8. Ralali 5.123.300
9. JD ID 3.763.300
10. Zalora 3.366.700
Beberapa penyebab e-commerce tumbuh dengan sangat cepat antara lain sebagai berikut (Laudon & Laudon, 2014):
1. Mudah untuk Diakses
Pasar dalam perspektif bisnis tradisional, adalah suatu tempat yang terlihat, ada fisiknya, hanya ada di suatu tempat tertentu, dan memiliki batas waktu untuk bisa melakukan transaksi. Berbeda dengan e-commerce yang bisa diakses kapan saja dan dimana saja.
2. Jangkauan Global
E-commerce memungkinkan transaksi terjadi lintas budaya dan negara. Tentu saja hal ini akan mengurangi biaya jika dibandingkan menggunakan bisnis dengan konsep tradisional.
3. Standar Universal
Teknologi e-commerce adalah standar teknis dari internet yang bersifat universal atau sama di belahan dunia manapun. Sementara teknologi bisnis konvensional akan berbeda-beda antara satu negara dengan negara lainnya.
4. Kaya Manfaat
Web dapat menghasilkan pesan yang kaya manfaat dengan teks, audio, dan video secara serempak kepada banyak orang di wilayah yang berbeda-beda.
5. Interaktif Teknologi
E-commerce merupakan teknologi yang interaktif, yang dapat memungkinkan timbulnya komunikasi dua arah antara penjual dan pembeli.
6. Kepadatan informasi
Kepadatan informasi dalam e-commerce membuat harga dan biaya menjadi transparan sehingga memudahkan konsumen dalam menemukan variasi harga dan menemukan biaya aktual untuk mendapatkan suatu produk.
7. Personalisasi dan kustomisasi
Teknologi e-commerce membuat penjual bisa menargetkan pesan pemasarannya kepada individu yang spesifik atau disebut personalisasi. Teknologi e-commerce juga memungkinkan kustomisasi yaitu mengganti produk atau jasa yang sudah dikirim berdasarkan perilaku pengguna.
8.Konten dan jejaring sosial
Internet dan teknologi e-commerce membuat pengguna menciptakan dan berbagi kepada komunitas global yang luas dalam bentuk teks, video, musik, atau foto.
Namun dibalik pertumbuhan pesat dari e-commerce ada beberapa isu yang bisa membuat perkembangan e-commerce di Indonesia menjadi stagnan, seperti:
1. Perilaku
Banyak masyarakat Indonesia yang belum terbiasa dan kurang percaya dalam melakukan pembelian di e-commerce dikarenakan takut penipuan dan kurangnya kredibilitas/reputasi yang diberikan oleh pedagang atau e-commerce.
2. Sistem Pembayaran
Masih banyaknya konsumen lebih memilih transaksi tunai (cash on delivery) dibandingkan transaksi digital. Meskipun kasus penipuan di dunia online sudah mulai menurun, namun kepercayaan masyarakat masih sangat rendah untuk melakukan pembayaran secara online.
3. Permasalahan Logistik
Perusahaan e-commerce harus fokus dalam menyelesaikan permasalahan ini, karena ini menyangkut kepercayaan konsumen dalam melakukan transaksi.
Peningkatan infrastruktur transportasi dan kualitas layanan logistik wajib dilakukan untuk menjaga agar konsumen tidak hilang.
4. Regulasi dan Kebijakan Pemerintah
Kebijakan dan regulasi dari pemerintah sering kali berubah seiring dengan berubahnya kepemimpinan.
Terdapat beberapa wacana yang membuat pelaku usaha online ini cemas, seperti isu tentang penetapan pajak, sertifikasi, perlakuan terhadap investor serta masih ditetapkannya e-commerce Indonesia sebagai DNI (Daftar Negatif Investasi) dan lain-lain menjadikan usaha ini menjadi penuh risiko.
5. Penggunaan Perangkat Mobile
Pengguna ponsel sangat besar di Indonesia, namun banyak perusahaan e-commerce tidak melakukan perbaikan berkesinambungan bagi pengguna mobile mereka, kecuali perusahaan e-commerce besar.
Sebagian besar startups e-commerce mendorong situs desktop mereka, bukannya memberikan pengalaman yang baik pada belanja mobile.
Perkembangan e-commerce memberikan peran bagi perekonomian Indonesia selama pandemi Covid-19 baik bagi pelaku usaha, konsumen, dan pemerintah.
Banyaknya start-up, individu, maupun perusahaan yang mulai berkembang dan menggunakan pemasaran lewat internet atau media elektronik lain mulai menarik perhatian pemerintah Indonesia sebagai potensi penerimaan negara.
Dasar hukum e-commerce di Indonesia adalah Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).
UU ITE ini bagi transaksi e–commerce adalah untuk :
• Pengakuan transaksi, informasi, dokumen dan tanda tangan elektronik dalam kerangka hukum perikatan dan hukum pembuktian, sehingga kepastian hukum transaksi elektronik terjamin.
• Diklasifikasikannya tindakan-tindakan yang termasuk kualifikasi pelanggaran hukum terkait penyalahgunaan teknologi informasi disertai dengan sanksi pidananya.
Jaminan akan kepastian hukum bagi konsumen dalam melakukan transaksi e-commerce diperlukan untuk menumbuhkan kepercayaan konsumen. Untuk melindungi kerugian-kerugian tersebut maka perlindungan hukum yang dapat diberikan kepada konsumen ada di dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen (UUPK).
Dalam UUPK mengatur mengenai hak dan kewajiban konsumen PP 80/2019 juga mengatur jika kegiatan perdagangan melalui sistem elektronik merugikan konsumen, maka konsumen dapat melaporkan kerugiannya kepada Menteri (yang menyelenggarakan urusan di bidang Perdagangan) dan pelaku usaha yang dilaporkan harus menyelesaikan pelaporan tersebut.
Jika tidak dilakukan, maka pelaku usaha dapat dimasukkan dalam Daftar Prioritas Pengawasan oleh Menteri yang dapat diakses oleh publik.
Dengan pertimbangan untuk melaksanakan ketentuan Pasal 66 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan, pada 20 November 2019, Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah menandatangani Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 80 Tahun 2019 tentang Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (e-commerce).
Stimulus-stimulus pun mulai dijalankan Direktorat Jendral Pajak untuk medapatkan besaran pajaknya, mulai dari kerja sama government to government atau government to bussines (marketplace) hingga dikeluarkannya PMK 48/PMK.03/2020 untuk menambah kriteria dalam pelaksaan PPN bagi PMSE (Perdagangan Melalui Sistem Elektronik); serta PPN yang dikenakan atas Pemanfaatan BKP Tidak Berwujud dan/atau JKP dari luar daerah Pabean di dalam daerah pabean melalui PMSE tersebut berdasarkan Pasal 2 ayat 1 PMK 48/PMK.03/2020.
Namun, sistem pemungutan pajak di Indonesia yang menganut Self Assessment System, cukup mempersulit pemerintah. Untuk mengetahui penerimaan pengguna/penjual e-commerce, pemerintah harus melibatkan marketplace atau pihak-pihak yang dapat bekerja sama dalam menentukan penjualan dan pembelian.
Dengan adanya PMK 48/PMK.03/2020, maka Indonesia telah memberlakukan Pajak atas Perdagangan Melalui Sistem Elektronik per 1 Juli 2020.
Melalui pemberlakuan peraturan tersebut, transaksi antara pedagang/penyedia jasa dalam negeri dengan jasa luar negeri, pembeli atau penerima jasa, secara langsung akan dipungut, disetorkan dan dilaporkan oleh pedagang/penyedia jasa luar negeri yang telah ditunjuk sebagai Pemungut PPN PMSE.
Sehingga kedepan dinamika e-commerce masih akan menjadi tantangan bagi Indonesia untuk lebih baik lagi dalam memajukan perekonomian dan teknologi serta SDM yang akan datang
Referensi: Taufik & Ayuningtyas, E.A. (2020). Dampak pandemi covid-19 terhadap bisnis dan eksistensi platform online. Jurnal Pengembangan Wiraswasta, 22(01), 21-32.
Ayu, Sandra & Lahmi, Ahmad. (2020). Peran e-commerce terhadap perekonomian Indonesia selama pandemic covid-19. Jurnal Kajian Manajemen Bisnis, Vol. 9 (2), 114-123.
https://www.blog.google/documents/47/SEA_Internet_Economy_Report_2019./
https://www.linkedin.com/pulse/isu-besar-e-commerce-di-indonesia-muhammad-rian-rahadian/?originalSubdomain=id
https://www.pphbi.com/perlindungan-hukum-terhadap-konsumen-dalam-kegiatan-e-commerce-di-indonesia/.
https://www.hukumonline.com/berita/baca/lt5f214da28de2b/e-commerce-dulu-dan-sekarang/
https://finance.detik.com/berita-ekonomi-bisnis/d-5735421/daftar-10-jagoan-e-commerce-di-indonesia.
https://www.ekrut.com/media/4-keuntungan-perdagangan-online-bagi-indonesia
Catatan : Tulisan ini sepenuhnya merupakan tanggung jawab penulis
(Info: himpun.id menerima kontribusi tulisan dengan berbagai tema. Rubrik tulisan yang dapat di kirim yakni Opini, Resensi, Cerpen, dan Puisi)