HIMPUN.ID – Sesuai Peraturan Menteri Sosial Republik Indonesia Nomor 1 tahun 2018 bahwa penyaluran bantuan sosial, merupakan salah satu upaya mengurangi kemiskinan dan kesenjangan dengan mendukung perbaikan aksesibilitas terhadap layanan kesehatan, pendidikan dan kesejahteraan sosial, guna meningkatkan kualitas hidup keluarga miskin dan rentan.
Ironisnya Permensos No 1 tahun 2018 tersebut diduga tidak diindahkan oleh salah satu desa, yang ada di Kecamatan Botumoito, yakni Desa Hutamonu.
Dimana, ada dugaan beberapa aparat di Desa Hutamonu, termasuk penerima bantuan sosial (PKH dan BPNT).
Alasan Kades Hutamonu Merekomendasikan Aparatnya Sebagai Penerima Bansos
Saat dikonfirmasi Kades Hutamonu Mesko Buluati menjelaskan, sebelum dirinya menjabat Kepala Desa Hutamonu, mereka (aparat desa, red) ini sudah penerima bantuan.
“Emang betul mereka punya penghasilan tetap, tapi jika dihitung, upah harian tidak sebanding lurus dengan yang mereka terima, jadi mohon kebijakannya. PNS saja disamping gaji ada tunjangan,” ungkap Kades Mesko, Rabu 06 Oktober 2021.
Lebih lanjut Kades Mesko menyampaikan, dasar dirinya merekomendasikan aparat desa sebagai penerima bansos karena hal-hal berikut :
1. Data ini dari kementerian langsung.
2. Saya Rekomendasikan karena mereka masih layak sebagai penerima.
3. Belum ada surat ke pemdes jika aparat desa tidak bisa menerima bansos.
4. Jika aparat desa tidak layak penerima bansos, mohon kiranya ada sosialisasi dari Dinas Sosial atau pendamping.
5. Jangan sampai Kades dan aparat yang penerima bansos jadi salah paham, karena data ini dari Kementrian langsung.
Tanggapan Pendamping PKH Kecamatan BotumoitoÂ
Sementara itu, pendamping PKH Kecamatan Botumoito Ninangsi Nihe, menyampaikan bahwa, kriteria penerima bantuan PKH adalah keluarga miskin sekali, dimana menurutnya penerima manfaat PKH pada kriteria komponen kesehatan meliputi ibu hamil/menyusui, anak berusia 0-6 tahun.
“Sementara kriteria komponen pendidikan meliputi anak SD, anak SMP, dan anak SMA. Untuk kriteria komponen kesejahteraan sosial meliputi lanjut usia dan penyandang disabilitas berat,” ucap Ninangsi.
Disentil persoalan siapa yang menetapkan data penerima bansos di DTKS ditingkatan desa, Ninangsi Nihe menjawab, yang menetapkan adalah pihak desa.
“Pihak desa sendiri yang menetapkan, bahkan setiap 6 bulan sekali ada upaya mengupdate data penerima, tapi herannya data mereka itu tetap masih ada. Bahkan kami pendamping desa itu punya target tiap tahunnya berapa orang yang harus di graduasi mandiri,” ungkap Ninangsi Nihe.
Ninangsi Nihe menjelaskan perihal graduasi adalah tidak terpenuhinya kriteria kepesertaan atau meningkatnya suatu kondisi sosial ekonomi yang dibuktikan melalui kegiatan pemutakhiran data.
“Perihal penerima PKH yang dalam hal ini dikatakan sudah mampu, sudah punya rumah besar, memiliki mobil dan gaji yang tinggi, yang bersangkutan sudah masuk pada kategori target graduasi. Target graduasi sendiri oleh kementrian, penerima PKH itu sendiri harus tanda tangan surat pernyataan,” beber Ninangsi.
Ninangsi menambahkan, hal berat juga bagi pendamping PKH mengeksekusi mereka yang tergolong pada target graduasi.
“Kecuali misalnya ada bantuan (intervensi) dari pemerintah desa, kecamatan, ataupun kabupaten memberikan rekomendasi nama-nama yang termasuk pada graduasi tersebut untuk dikeluarkan dari penerima PKH,” pungkas Ninangsi.
Untuk diketahui, informasi diperoleh himpun.id, dari wawancara bersama pendamping PKH Kecamatan Botumoito, Ninangsi Nihe, bahwa aparat desa Hutamonu yang terdaftar pada penerima bantuan sosial PKH dan BPNT berjumlah 5 orang.
Hingga berita ini diturunkan, wartawan media ini tengah berusaha meminta tanggapan dari dinas sosial terkait polemik bantuan sosial yang diduga melibatkan aparat desa.
Reporter: Arten Masiaga