Example floating
Example floating
MOKAS GORONTALO oleh Tik Tok
DAERAHGorontalo

Suprianto : Penutupan Perbatasan Hanya “Membunuh” Sumber Penghidupan

0
×

Suprianto : Penutupan Perbatasan Hanya “Membunuh” Sumber Penghidupan

Sebarkan artikel ini
Sekretaris Umum (Sekum) Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Komisariat Unistik Gorontalo Utara, Suprianto Nuna.
Example 468x60

HIMPUN.ID – Sekretaris Umum (Sekum) Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Komisariat Unistik Gorontalo Utara, Suprianto Nuna, mengkritisi kebijakan pemerintah, terkait penutupan perbatasan dalam rangka larangan mudik menjelang perayaan Idul Fitri 1442 Hijriah.

Kepada himpun.id, ia menuturkan, penutupan perbatasan bukan menjadi solusi untuk mencegah timbulnya claster baru penularan Covid-19, akan tetapi terkesan seperti “membunuh” sumber penghidupan rakyat kecil.

Example 300x600

“Bukan solusi namanya ketika itu hanya menghilangkan pendapatan bagi rakyat kecil, dan menguntungkan bagi orang-orang besar. Saya sarankan pemerintah harus bijak dengan persoalan ini, kasihan rakyat kecil yang notabennya hanya sopir, kalau perbatasan ditutup, terus pendapatan mereka dari mana lagi untuk menghidupi keluarga, anak dan istrinya di rumah? Apalagi ini dalam situasi menjelang lebaran,” tuturnya melalui rilis yang dikirimkan ke redaksi himpun.id pada Kamis (06/05/2021).

Para Sopir Bertugas Memenuhi Kebutuhan Anak Istri

Dijelaskannya, apabila pemerintah hanya mengecualikan yang bisa melintas keluar dan masuk pintu perbatasan provinsi hanya TNI/Polri, Ambulance, yang sedang melaksanakan tugas, dan hal lainya yang bersifat urgent, maka para supir juga bisa diperlakukan serupa.

“Kebijakan macam apa ini? Kalau Pejabat, TNI, POLRI, Ambulance, dan lain-lain dikecualikan apabila bisa menunjukan surat tugas. Saya rasa untuk para sopir juga bisa membuat surat tugas semacam itu, yang di tanda tangani oleh anak dan istri mereka, karena mereka juga sementara bertugas untuk memenuhi kebutuhan anak istri mereka di Rumah” jelas aktivis yang akrab disapa Arif itu.

Ia mengatakan, mungkin pemerintah telah lupa, bahwa para sopir merupakan bagian dari elemen perputaran pertumbuhan ekonomi yang ada di Provinsi Gorontalo. Namun, dengan adanya kebijakan ini, banyak sopir yang mengeluh dan merasa “tercekik”.

“Saya juga menyayangkan, Pimpinan DPRD, Hamza Sidik, melalui pernyataannya di media pemberitaan, terlalu buru-buru dalam merespon kebijakan Provinsi tanpa melihat untung ruginya terhadap rakyat atas kebijakan itu. Ini menandakan wakil rakyat malah mendukung ketidak konsistennya pemerintah dalam mengatasi persoalan virus corona. Kebijakan berlapis pertama New Normal, kemudian Vaksinasi, terus kenapa dikembalikan lagi pada penutupan perbatasan?,” kata Arif.

Saran untuk Pemerintah

Ditambahkannya, kesepakatan yang dibangun dengan Pemerintah Sulawesi Utara, bukan penutupan perbatasan, namun memperketat pelaksanaan Protokol Kesehatan (Protkes), yaitu dengan menggunakan metode pemeriksaan swab antigen dan dilakukan vaksinasi bagi para pemudik dan sopir.

“Kami menyarankan solusi kepada pemerintah baik Provinsi maupun Kabupaten Gorontalo Utara, kiranya penutupan perbatasan itu ditiadakan, namun pelaksanaan protkes yang lebih diperketat. Jika ditemukan ada warga gorontalo yang positif hasil swab antigen, maka solusinya jangan dikembalikan ke Sulawesi Utara atau Sulawesi Tengah, tetapi disediakan tempat untuk karantina,” ujarnya.

Ia menyarankan pula, semua orang baik penumpang maupun para sopir yang mengangkut pemudik, wajib mengantongi hasil swab antigen terbaru, atau mengikuti tes swab antigen di posko kesehatan yang ada di wilayah pintu perbatasan, yang kemudian langsung dilakukan vaksinasi.

“Kami rasa ini adalah langkah yang tepat dilakukan. Kan vaksin ini katanya solusi untuk kekebalan tubuh agar tidak mudah tertular oleh Covid-19. Jika penutupan perbatasan yang dilakukan, dampaknya disamping dapat menyengsarakan rakyat kecil, juga dapat menimbulkan keraguan terhadap vaksin Covid-19 itu sendiri,” jelasnya.

Terakhir ia berharap, kepada para pemudik atau supir, kiranya jangan anarkis, apalagi sampai mengeluarkan kalimat-kalimat tidak baik kepada petugas, yang bertugas diperbatasan.

“Kita juga harus memahami bahwa, pihak Kepolisian dan TNI yang bertugas diperbatasan itu hanya menjalankan tugas, bukan sebagai pembuat kebijakan. Yakinlah bahwa TNI Polri juga memahami kondisi para sopir dan pemudik,” pungkasnya. (MYP/HP)

Example 300250
Example 120x600

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *