HIMPUN.ID – Abdullah ibn al-Zubair seorang sahabat Nabi yang berasal dari
suku Quraisy keturunan Bani Asadi. Dikisahkan dalam buku yang berjudul “Ensiklopedia Biografi Sahabat Nabi Kisah Hidup 154 Wisudawan Madrasah Rasulullah SAW” karya Muhammad Raji Hasan Kinas.
Ayahnya bernama al-Zubair ibn al-Awwam ibn Khuwailid ibn Asad. Ibunya bernama Asma dzâtunnithaqayn bint Abu Bakar al-Shiddiq. Aisyah bint Abu Bakar adalah uwaknya. Nenek dari ayahnya adalah Shafiyah bint Abdul Muthalib yang tak lain adalah bibi Nabi Muhammad SAW.
Asma berhijrah menuju Madinah dalam keadaan hamil me ngandung Abdullah ibn al-Zubair. Tidak lama setelah menetap di Madinah, Abdullah ibn al-Zubair lahir.
Jadi, Abdullah ibn al-Zubair adalah Muhajirin pertama yang lahir di Madinah.
Menyambut kelahiran Abdullah ibn al-Zubair, Rasulullah SAW. mengunyah sebutir kurma lalu menyuapkannya pada Abdullah. Rasulullah memberinya nama “Abdullah”. Dengan
demikian, air liur Rasulullah adalah minuman yang pertama memasuki tenggorokannya. Abdullah ibn al-Zubair dipanggil dengan nama kakeknya, yaitu Abu Bakr.
Kelahiran Abdullah, Seluruh Kaum Muslim Bersukacita
Ketika Asma melahirkan Abdullah, seluruh kaum muslim bersukacita. Mereka berkeliling di jalan-jalan kota Madinah. Mereka berbahagia karena orang Yahudi pernah berkata, “Kami telah menyihir kalian. Karenanya, tidak akan lahir seorang anak pun bagi mereka.”
Namun, Allah mementahkan sihir dan celaan mereka ketika Asma melahirkan Abdullah. Saat telah memasuki usia dewasa, Abdullah ibn al-Zubair selalu dibawa serta dalam peperangan oleh ayahnya, al-Zubair.
Ayahnya itu mendidiknya menjadi perwira yang berani dan disiplin. Al-Zubair sendiri sadar, ia bersikap keras kepada wanita, terutama istrinya. Bahkan, suatu hari, Abdullah mendengar ibunya meminta tolong karena dipukul ayahnya. Ketika la akan masuk kamar untuk menenangkan ibunya, ayahnya mengancam, “Jika kau berani masuk, ibumu aku talak.”
Abdullah tidak memedulikan ancaman ayahnya. Ia masuki kamar ibunya sehingga jatuhlah talak kepada Asma. Setelah bercerai dengan al-Zubair, Asma hidup bersama putranya,
Abdullah. Dengan segala upaya ia mendidik dan menanamkan nilai-nilai kehormatan dan kemuliaan pada diri Abdullah. la sangat tidak suka jika Abdullah tumbuh menjadi orang yang mudah menyerah dan gampang patah.
Ia harus menjadi laki- laki yang kuat dan teguh pendirian. Dalam urusan ibadah, Abdullah termasuk orang yang tekun dan saleh. Ia pun gemar menjalankan sunnah, baik shalat, puasa, maupun sunnah-sunnah lainnya.
Kekhusyukannya yang Sulit Ditandingi
Kekhusyukannya sulit ditandingi. Ketika ia rukuk atau sujud, burung-burung akan merasa
nyaman hinggap di pundaknya, seakan bertengger pada dahan pohon.
Abdullah ikut serta dalam pertempuran di Afrika bersama Ibn Abu Sarah. Ia juga ikut dalam Perang Jamal bersama ayah-nya melawan Ali ibn Abu Thalib dan Abu Bai’ah (Yazid ibn Muawiyah).
la juga pernah dikepung oleh pasukan al-Hajjaj di tanah haram (Makkah), namun ia tak menyerah sedikit pun. Ketika ia telah kehilangan banyak pengikut dan anak-anaknya,
Asma sang ibu berkata, “Jika kau yakin bahwa kau berada di jalan kebenaran, tabahlah! Jangan biarkan budak-budak Bani Umayyah memenggal lehermu.”
Mendapat motivasi dari ibu-nya, Abdullah kembali melawan. Sayang, ia terkena lontaran
batu dari arah bukit Shafa, tepat mengenai kepalanya. Ia jatuh tersungkur dengan darah mengucur deras dari kepalanya. Pasukan al-Hajjaj bergegas membunuhnya. Setelah, itu, al-Hajjaj menemui Asma dan berkata, “Bagaimana menurutmu tentang perbuatanku terhadap musuh Allah?”
Asma menjawab, “Aku melihatmu hanya merusak dunia- nya, dan ia telah merusak akhiratmu. Aku telah mendengar Rasulullah SAW. bersabda, ‘Di Tsaqif ada seorang pendusta dan seorang perusak. Sang pendusta kami telah lihat dan seorang perusak adalah kau.’”(HP)