28.1 C
Jakarta
Jumat, Oktober 4, 2024

Buy now

Menguak Kedudukan Anggota Partai Politik Sebagai Subjek Pelaksana Kampanye,  antara Dirty Politics and Clean Politics

 oleh :

Alvian Mato

Aktivis Demokrasi dan Pemilu

Partai Politik adalah organisasi yang bersifat nasional dan dibentuk oleh sekelompok warga negara Indonesia secara sukarela atas dasar kesamaan kehendak dan cita-cita untuk memperjuangkan dan membela kepentingan politik anggota, masyarakat, bangsa, dan negara, serta memelihara keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia Tahun 1945.

Menurut Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik, anggota partai politik adalah warga negara Indonesia yang telah memenuhi persyaratan keanggotaan partai politik dan telah terdaftar sebagai anggota partai politik. Anggota partai politik adalah orang-orang yang tergabung dalam suatu partai politik dan memiliki hak untuk memilih dan dipilih dalam pemilihan umum.

Partai politik merupakan organisasi yang memiliki kewenangan untuk mendaftarkan anggotanya menjadi calon anggota DPR, DPRD Provinsi dan DPR, sampai mencalonkan president dan wakil president. Meskipun partai politik memiliki kewenangan untuk mendaftarkan anggotanya pada pemilihan umum namun tidak semua partai politik bisa mendaftarkan anggotanya menjadi calon anggota DPR, DPRD Provinsi dan DPR, sampai mencalonkan President dan wakil President.

Ada ketentuan dan syarat yang harus dipenuhi. Salah satunya partai politik harus lolos sebagai Peserta Pemilu. Di dalam Peraturan Komisi Pemilihan Umum yang selanjutnya disebut PKPU menyebutkan “Peserta Pemilu anggota DPR, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota yaitu Partai Politik. Partai Politik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus mendaftar kepada KPU dan memenuhi persyaratan sesuai dengan ketentuan dalam Peraturan Komisi ini dan peraturan perundang-undangan untuk dapat ditetapkan sebagai peserta Pemilu”[1].  Ada tiga tahapan yang harus di lalui oleh partai politik untuk menjadi peserta pemilu. Pertama pendaftaran; kedua, Verifikasi Administrasi; ketiga. Verifikasi Faktual; dan keempat penetapan. jika partai politik mampu memenuhi semua tahapan tersebut maka partai politik bisa menjadi peserta pemilu.

Urgensi anggota partai politik dalam tubuh partai politik.

Sejatinya partai politik membutuhkan anggota masyarakat untuk di jadikan anggotanya, ini diperlukan agar status sebagai organisasi masa dan organisasi kader dapat di pertanggung jawabkan.  Anggota partai politik memiliki peran penting dalam proses perpolitikan di Indonesia, mereka menjadi penghubung antara partai politik dan pemilih. Mereka membantu dalam mengkomunikasikan visi, program, dan tujuan partai kepada pemilih.

Richard S. Katz dan Peter Mai menyebut anggata partai politik sebagai penjamin partai memiliki akar dalam masyarakat. Ini penting karena pemilih sering kali memilih berdasarkan identifikasi dengan partai dan pemahaman atas posisi partai tersebut. Seymour Martin Lipset menyebutkan Anggota partai politik memainkan peran penting dalam memperkuat partai politik sebagai kekuatan politik yang signifikan dengan memobilisasi pemilih dan mendukung partai dalam pemilihan.

Selain itu anggota partai politik juga berperan penting untuk partisipasi dalam pemilihan. Anggota partai politik biasanya aktif dalam pemilihan, baik sebagai pemilih atau sebagai calon. Mereka membantu mengisi kandidat dalam pemilihan umum dan khusus, serta berperan dalam memastikan bahwa partai memiliki representasi di tingkat pemerintahan yang sesuai dengan popularitasnya. Anggota partai politik adalah tempat berkembangnya kader politik. Mereka dapat diberikan pelatihan, pengalaman, dan peluang untuk menjadi pemimpin politik masa depan.

Di dalam menjalankan roda organisasi partai politik sangat memerlukan dana segar agar roda organisasi bisa berjalan maksimal. Sebagai seorang ahli politik dari Kanada, R.K. Carty menekankan bahwa anggota partai politik adalah tulang punggung partai, memberikan dukungan finansial dan dukungan sukarelawan yang vital untuk menjaga keberlanjutan partai politik. Disinilah peran-peran anggota partai politik untuk menjamin sumber pendanaan organisasi partai politik.

Anggota partai politik dapat menyumbangkan dana kepada partai untuk membiayai kampanye, pengembangan partai, dan program-program politik lainnya. Tanpa dukungan finansial dari anggotanya, partai politik mungkin akan kesulitan untuk berfungsi secara efektif. Dengan terjaminnya sumber dana partai politik maka anggota partai akan mudah mengorganisir kampanye, acara-acara kampanye, penggalangan suara, perekrutan sukarelawan dan anggota partai politik dapat membantu menyebarkan pesan partai kepada pemilih potensial.

Anggota partai politik bertindak sebagai perwakilan kepentingan rakyat dalam pemerintah. Maurice Duverger, Seorang ilmuwan politik asal Prancis yang mengemukakan bahwa anggota partai politik adalah “jembatan antara masyarakat dan pemerintah.” Duverger menekankan pentingnya anggota partai politik dalam mengartikulasikan aspirasi dan kepentingan masyarakat kepada pemerintah melalui partai politik.

Mereka berperan dalam mewujudkan aspirasi, kebutuhan, dan harapan masyarakat yang mereka wakili. Keseluruhan, anggota partai politik memiliki peran yang sangat penting dalam proses politik. Mereka adalah tulang punggung partai politik dan memastikan bahwa partai tersebut tetap relevan, kuat, dan berperan dalam sistem politik negara. Partai politik adalah fondasi sistem demokrasi. Melalui partisipasi anggota, partai politik dapat mempertahankan dan memperkuat legitimasi politik proses pemilihan.

Pendapat para ahli ini mencerminkan pentingnya anggota partai politik dalam berbagai konteks politik. Mereka merupakan penggerak partai politik, menghubungkan partai dengan pemilih, mendukung operasional partai, dan berperan dalam menjaga representasi masyarakat dalam politik. Keberadaan anggota partai politik memainkan peran penting dalam menjaga sistem politik yang berfungsi dan berdemokrasi.

Implikasi Anggota Partai Politik Dalam Larangan Kampanye

Di banyak negara, partai politik harus memenuhi syarat tertentu untuk menjadi peserta pemilu, seperti memiliki jumlah anggota yang cukup atau mendapatkan dukungan tanda tangan.  Partai politik yang memiliki dukungan aktif dari anggotanya cenderung lebih relevan dalam proses pemilihan. Kehadiran anggota yang aktif mencerminkan bahwa partai memiliki basis dukungan yang kuat dan konsisten dalam pemilu.

Anggota partai politik adalah bagian integral dari proses pemilu dan memainkan peran penting dalam menjaga partai politik tetap relevan dan berfungsi dalam sistem demokrasi. Mereka mendukung partai dengan memberikan dukungan aktif, memastikan kepatuhan pada peraturan pemilu, dan membantu menghasilkan kandidat yang kompeten dalam pemilihan umum.

Dari uraian diatas, mungkinkah partai politik bisa menjadi peserta pemilu tanpa harus menyertakan anggota partai? itu hal yang tidak mungkin. sebab partai politik adalah organisasi yang menaungi kepentingan orang banyak atau anggotanya. partai politik dibentuk untuk memperjuangkan kepentingan anggotanya pada khususnya dan masyarakat pada umumnya.

Di dalam pembentukan partai politik, anggota adalah komponen kunci dalam struktur partai politik. Dalam konteks demokrasi dan sistem politik yang menghormati kebebasan berserikat, hampir tidak mungkin untuk membentuk partai politik tanpa adanya anggota. Partai politik yang sah dan dapat diakui oleh pemerintah biasanya harus memiliki sejumlah anggota atau pendukung untuk memenuhi syarat pendaftaran. Ini adalah salah satu cara untuk memastikan bahwa partai tersebut memiliki dukungan dalam masyarakat dan bukan hanya sebuah entitas teoritis.

Di dalam UU nomor 2 tahun 2011 tentang Perubahan Atas UndangUndang Nomor 2 Tahun 2008 Tentang Partai Politik disebutkan bahwa Partai Politik didirikan dan dibentuk oleh paling sedikit 30 (tiga puluh) orang warga negara Indonesia yang telah berusia 21 (dua puluh satu) tahun atau sudah menikah dari setiap provinsi. selain itu partai politik didaftarkan oleh paling sedikit 50 (lima puluh) orang pendiri yang mewakili seluruh pendiri Partai Politik dengan akta notaris. Pendirian dan pembentukan Partai Politik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menyertakan 30% (tiga puluh perseratus) keterwakilan perempuan.[2] di pasal 15 disebutkan bahwa kedaulatan Partai Politik berada di tangan anggota yang dilaksanakan menurut AD dan ART. Anggota Partai Politik mempunyai hak dalam menentukan kebijakan serta hak memilih dan dipilih. Anggota Partai Politik wajib mematuhi dan melaksanakan AD dan ART serta berpartisipasi dalam kegiatan Partai Politik.[3]

Dari UU ini dapat gambaran bahwa pembentukan partai politik tidak bisa dilepaskan dari jumlah anggota partai politik. Anggota adalah elemen dasar dan tulang punggung partai politik, dan hubungan antara mereka dengan partai memiliki banyak dimensi. Keterkaitan yang kuat antara anggota dan partai politik adalah esensi dari sistem politik demokratis. sehingga mustahil ada partai politik tanpa ada anggotanya.

Begitupun dengan partai politik yang akan mengikuti pemilihan umum, terlebih dahulu ia harus mendaftar menjadi peserta pemilu dengan mengikuti semua aturanya. ia harus lolos dalam proses tahapan pendaftaran verifikasi administrasi, verifikasi faktual dan penetapan partai politik sebagai peserta pemilu. Untuk lolos dalam proses pendaftaran verifikasi administrasi, verifikasi faktual dan penetapan partai politik sebagai peserta pemilu, partai politik harus memiliki jumlah anggota partai politik tertentu.  Di dalam PKPU[4] disebutkan  Persyaratan jumlah keanggotaan Partai Politik calon peserta Pemilu pada kepengurusan tingkat kabupaten/kota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sekurang-kurangnya: a. 1.000 (seribu) orang; atau b. 1/1.000 (satu per seribu) dari jumlah Penduduk, pada setiap kepengurusan Partai Politik tingkat kabupaten/kota.

Dari penjelasan di atas kita mendapatkan gambaran bahwa anggota partai politik memiliki kedudukan dan status primer dalam proses pembentukan partai politik. Selain itu jumlah anggota partai politik menjadi syarat mutlak dalam persyaratan menjadi peserta pemilu. pertanyaanya, mengapa pada waktu kampanye, anggota partai politik tidak di kategorikan sebagai pelaksana kampanye[5]?, sementara mereka memegang kendali dan posisi kunci dalam proses pemenagan partai politik tertentu?

Perlu diketahui, Di dalam PKPU[6] yang dikategorikan sebagai Pelaksana Kampanye Pemilu hanya terdiri dari, pertama, pengurus Partai Politik Peserta Pemilu DPR, kedua, calon anggota DPR. ketiga, juru Kampanye Pemilu yang ditunjuk oleh Peserta Pemilu anggota DPR; keempat, orang seorang yang ditunjuk oleh Peserta Pemilu anggota DPR; dan kelima, organisasi penyelenggara kegiatan yang ditunjuk oleh Peserta Pemilu anggota DPR. Di dalam PKPU ini tidak disebutkan kedudukan dan status anggota partai politik pada masa kampanye. Kesimpulanya, Anggota partai politik bukan menjadi bagian dari kelompok yang akan menjadi pelaksana kampanye. sehingganya anggota partai politik bisa melenggang bebas dalam memainkan peran, strategi, taktik dan irama Dirty Politics (politik kotor) atau Clean Politics, (politik bersih). Politik kotor merujuk pada praktik politik yang tidak etis, terkadang ilegal, dan seringkali mencakup taktik manipulatif, fitnah, pemalsuan informasi, atau upaya untuk merusak reputasi lawan politik. Politik bersih merujuk pada praktik politik yang mengutamakan integritas, transparansi, etika, dan kepentingan publik.

Tidak dimasukanya anggota politik sebagai pelaksana kampanye maka perilaku Dirty Politics (politik kotor) seperti yang dilarang dalam pasal 280[7] UU Nomor 7 tahun 2017 tentang pemilihan umum tidak bisa di proses pidana pemilu. mengapa demikian? sebab subjek hukum dalam pasal 521 tidak memasukan anggota partai politik sebagai pelaksana kampanye. pasal 521 menyebutkan “Setiap pelaksana, peserta, dan/atau tim Kampanye Pemilu yang dengan sengaja melanggar larangan pelaksanaan Kampanye Pemilu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 280[8] ayat (1) huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, huruf e, huruf f, huruf g, huruf h, huruf i, atau huruf j dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan denda paling banyak Rp24.000.000,00 (dua puluh empat juta rupiah).”subjek hukum dalam pasal ini hanya pelaksana, peserta dan/atau tim kampanye pemilu. artinya jika pelaku Dirty Politics (politik kotor) adalah anggota partai politik maka tidak bisa dikenai sanksi pidana pemilu sebab tidak memenuhi unsur sebagai pelaksana kampanye. jika ini terjadi maka pelaku kejahatan pemilu bisa lolos dan tidak bisa di proses hukum oleh Centra peneggakan hukum terpadu bawaslu. pembatasan subjek hukum dalam ketentuan ini seperti sebuah kebebasan kepada anggota partai politik untuk melakukan apa saja demi sebuah kemenangan atau menghalalkan segala cata (Permisivisme).

Selain masalah kedudukan anggota partai politik sebagai pelaksana kampanye terdapat problem pelaksana kampanye yang didaftarkan di KPU. Sesuai dengan peraturan KPU tentang kampanye, pelaksana kampanye harus di  didaftarkan  di KPU disemua tingkatan paling lambat 3 hari sebelum masa kampanye.

Jika pelaksana kampanye dan tim kampanye pemilu harus di daftarkan di KPU sesuai tingkatan, maka apa sanksinya jika peserta pemilu tidak mendaftarkan pelaksana kampanye di KPU sesuai tingkatan? berapa jumlah minimal dan jumlah maksimal pelaksana kampanye? Pertanyaan ini penting di utarakan karena berkaitan dengan subjek hukum pada tindak pidana pemilu.

Jika di KPU tidak terdapat atau tidak didaftarkan pelaksana kampanye pemilihan umum maka penegak hukum pemilu akan kesulitan menentukan seseorang sebagai subjek hukum dalam pelanggaran pemilu, sebab legalitas pelaksana kampanye berada di KPU sesuai dengan PKPU nomor 15 tahun 2023 tentang kampanye. Ini adalah celah hukum apa bila ada caleg, atau tim sukses tertentu yang akan melakukan perbuatan melanggar hukum. jika ada peserta pemilu yang tidak mendaftarkan tim kampanye di kpu maka pelaku kejahatan pemilu bisa berlenggang bebas karena tidak memenuhi unsur yang menyebabkan seseorang pelaku kejahatan pemilu bisa lepas demi hukum. Artinya jika ada pelaku Dirty Politics dan dia bukan pelaksana kampanye yang di daftarkan di KPU maka tidak bisa dikategorikan sebagai pelaksana kampanye. dengan tidak daftarkan sebagai pelaksana kampanye maka orang tersebut bisa dikategorikan bukan subjek hukum dalam kejahatan pemilu.

Dari uraian di atas penulis merekomendasikan pertama, agar dalam pasal 15 PKPU 15 tahun 2023 tentang kampanye memasukan anggota partai politik sebagai pelaksana kampamye untuk mencegah terjadi pelanggaran pemilu. Mencegah pelanggaran pemilu yang dilakukan anggota partai politik merupakan langkah penting dalam menjaga integritas demokrasi dan pemilihan yang adil. Kedua , KPU perlu membuat regulasi agar peserta pemilu wajib mendaftarkan jumlah peserta kampanye dalam Pemilu 2024. KPU juga harus menentukan jumlah minimal pelaksana kampanye yang didaftarkan di KPU serta menentukan sanksi administrasi jika ada peserta pemilu yang tidak mengindahkan ketentuan tersebut.  Sebab dari pengalaman pemilu tahun 2019 pelaksana kampanye  yang di daftarkan di KPU hanya untuk menggugrkan ketentuan administrasi kampanye.

Sumber:

[1] Pasal 2 ayat 1 dan 2. PKPU Nomor 4 tahun 2022 tentang Pendaftaran, Verifikasi, Dan Penetapan Partai Politik Peserta Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.

[2] Pasal 2

[3] UU Nomor 2 Tahun 2008 Tentang Partai Politik

[4] PKPU Nomor 4 Tahun 2022 tentang Pendaftaran, Verifikasi, Dan Penetapan Partai Politik Peserta Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah

[5] Program dan/atau citra diri Peserta Pemilu. 19. Pelaksana Kampanye Pemilu adalah Peserta Pemilu dan pihak yang ditunjuk oleh Peserta Pemilu untuk melakukan kegiatan Kampanye Pemilu.

[6] PKPU Nomor 15 tahun 2023 tentang kampanye pemilihan umum pasal 15

[7] Pasal 280 (1) Pelaksana, peserta, dan tim Kampanye Pemilu dilarang:

a. mempersoalkan dasar negara Pancasila, Pembuka Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, dan bentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia;

b. melakukan kegiatan yang membahayakan keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia;

c. Menghina seseorang, agama, suku, ras, golongan, calon, dan/atau Peserta Pemilu yang lain;

d. menghasut dan mengadu domba perseorangan ataupun masyarakat;

e. mengganggu ketertiban umum; Yang dimaksud dengan “ketertiban umum” adalah suatu keadaan yang memungkinkan penyelenggaraan pemerintahan, pelayanan utnum, dan kegiatan masyarakat dapat berlangsung sebagaimana biasanya

f. mengancam untuk melakukan kekerasan atau menganjurkan penggunaan kekerasan kepada seseorang, sekelompok anggota masyarakat, dan/atau Peserta Pemilu yang lain;

g. merusak danjatau menghilangkan alat peraga kampanye Peserta Pemilu;

h. menggunakan fasilitas pemerintah, tempat ibadah, dan tempat pendidikan; Fasilitas pemerintah, tempat ibadah, dan tempat pendidikan dapat digunakan jika Peserta Pemilu hadir tanpa atribut Kampanye Pemilu atas undangan dari pihak penangglng jawab fasilitas pemerintah, tempat ibadah, dan tempat pendidikan. Yang dimaksud dengan “tempat pendidikan” adalah gedung dan/atau halaman sekolah dan/atau perguruan tinggi.

i. membawa atau menggunakan tanda gambar dan/atau atribut selain dari tanda gambar dan/atau atribut Peserta Pemilu yang bersangkutan; dan

j. menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya kepada peserta Kampanye Pemilu.

[8] UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum

Catatan : Tulisan ini sepenuhnya merupakan tanggung jawab penulis

(Info: himpun.id menerima kontribusi tulisan dengan berbagai tema. Rubrik tulisan yang dapat di kirim yakni Opini, Resensi, Cerpen, Puisi, Tips, Edukasi, Khazanah, dan lain sebagainya, selagi bermanfaat)