MAQAMAT CINTA
Ini cinta yang suci, katamu pada desau angin dan debur ombak.
Terdengar kepada Nuh dan bahteranya yang tua. Dia menangis.
Aku berharap bertemu Khidir belajar dengan hati menghindari pikiran dunia yang fana
Ini cinta yang murni, teriakmu pada kilatan petir dan guruh tergema sampai Sulaiman dan pasukannya. Dia tersedan.
Aku berharap bertemu Al Masih
belajar dengan jiwa menjauhi tindakan syahwat yang baqa
Ini cinta yang hakiki, berkilatan dalam warna pelangi
cintaMu padaku
begitu dalam dan purba
Maret 2025
BERSAMA SYAIR KENANGAN
[1]
Sebaris kenangan tergurat di keningmu sangat jelas: menjelma buah apel yang tejatuh
aku menemuimu di puncak Gunung Meru mencari-cari pangeran yang dikutuk menjadi jelaga
permulaan kita adalah sebuah kata
menjelma rangkaian huruf yang dibawa Ajisaka
kau berpura-pura menjadi kalimat
aku bahkan tidak mengenalmu, waktu itu
Kini, ada harapan dibawa matahari
tidak akan tenggelam bersama kartu pos dalam saku kemeja laki-laki pencuri senja
[2]
berbarislah engkau bersama sepasukan Rama menuju Alengka
menyeberanglah dengan tongkat Musa membelah Laut Merah
aku akan menunggumu selepas kata dalam sembahyangku yang temaram tanpa suara dan gema
Kini, aku betul-betul menunggu
dalam cinta yang sesak
Maret 2025
BERSAMAMU KETIKA SENJA
Aku menghampirimu
dalam balutan kesunyian
berharap uluran tanganmu
dalam setiap khilaf dan alfaku
Ini senja entah ke berapa
kau setia menungguku
aku masih di sini
bersama dosa sepanjang usia
Aku menghampirimu
ketika senja entah ke berapa
tetap berharap kau menemuiku
walau sekejap
Tuhan,
terimalah cintaku
walau sebutir zarah.
Maret 2025
DALAM KENANGAN 1
Sempurna: dalam keabadian
kau melihat semua dengan kata-kata memahami menggambarkan
aku membawamu bersama bahtera Nuh bergoyang terkena riak dan gelombang mentari bersinar penuh
ada juga lukisan pada hatimu
diam-diam berubah menjadi abadi
Maret 2025
DALAM KENANGAN 2
apakah kau masih berjalan sendiri
di sepanjang kebun apel
bayanganmu telah condong ke barat kau berjingkat di antara pepohonan yang berbaris
sepi dalam hatimu
kau tetap berjalan
sendiri saja
apakah kau masih mencari tulang rusuk itu? dia tenggelam di antara baris-baris pohon apel terselip di antara lilitan ular
Maret 2025
AKU MENEMUIMU DI UJUNG MALAM
Aku menemuimu di ujung malam
dalam baris-baris harap yang berderet di dinding kain itu tetap menumbuhkan bunga-bunga
berwarna pelangi seperti cintamu
Kau menungguku di ujung malam
memanjati usiaku yang semakin tinggi daun bugenvil basah bersama embun yang sepi
aku tercekat ketika jemputan itu datang: tiba-tiba
Maret 2025
Biodata Penulis
Heri Isnaini lahir di Subang, Jawa Barat, pada tanggal 17 Juni. Heri sangat menyukai puisi-puisi Sapardi Djoko Damono. Pernah mengikuti acara “Temu Penyair Asia Tenggara 2018” di Padang Panjang, Sumatera Barat, mengikuti Festival Seni Multatuli 6-9 September 2018 di Rangkasbitung, Lebak, Banten. Puisi-puisinya juga pernah dimuat pada Jurnal Aksara, Deakin University, Australia.
Antologi puisinya, Ritus Hujan (2016); Singlar Rajah Asihan: Kumpulan Sajak (2018); Ah, Mungkin Kau Lupa Aku Begitu Merindumu (2019); Manunggaling Kawula Gusti: Kumpulan Sajak (2020); Montase: Sepilihan Sajak (2022). Cerpennya pernah dimuat pada koran Radar Banyuwangi, Radar Kediri, dan Harian Rakyat Sultra. Beberapa media daring di Indonesia seperti Radar Utara, Restorasi News Siber Indonesia, Tebu Ireng Online, Bali Politika, Berita Jabar News, Sip Publishing juga pernah memuat karya-karyanya.
Kegiatan sehari-hari Heri adalah Dosen Sastra IKIP Siliwangi Kota Cimahi. Selain itu, Heri juga banyak beraktivitas sebagai editor dan reviewer di berbagai jurnal ilmiah di dalam dan luar negeri.
Catatan : Tulisan ini sepenuhnya merupakan tanggung jawab penulis
(Info: himpun.id menerima kontribusi tulisan dengan berbagai tema. Rubrik tulisan yang dapat di kirim yakni Opini, Resensi, Cerpen, Puisi, Tips, Edukasi, Khazanah, dan lain sebagainya, selagi bermanfaat)